Selasa, 16 Desember 2014

Saat-saat Terakhir Bersama Ayunda

Hari itu adalah hari terakhir merasakan keceriaan dengan kakak iparku, setelah bergotong royong membersihkan rumah karena akan menyongsong kelahiran bayi yang dikandungnya, kamipun beristirahat.


Aku yang saat itu ada acara menghadiri penutupan porprov Bengkulu, kemudian ingin pamit denganya, rupa-rupanya beliau saat itu sedang memetik jambu tetangganya. Melihatnya kemudian aku menghampiri dan beliau memberikan setangkai jambu yang telah dipetiknya. Aku pun hanya mengambil satu dari beberapa jambu selebihnya kutaruh di mobil.

Setelah pulang dari acara tersebut sekitar pukul 18.30, suasana di rumah terlihat panik ketika beliau dikabarkan pendarahan hebat dan langsung dibawa ke RS Tiara Sella.

Sesampainya disana beliau di rs, langsung masuk dalam ruang observasi dan dinyatakan harus segera di operasi sesar, waktu ini lebih cepat dari waktu yang ditentukan sebelumnya. Setelah keluar dari ruang observasi itulah terakhir aku dan istriku melihat beliau tertawa sembari mecibir mengajak untuk bergurau, kami semua dalam perasaan was-was tidak menanggapi tingkah aneh yang beliau lakukan.

Operasi dikabarkan lancar, bayi lahir dengan selamat dengan berat 4,8 kg dan panjang 51 cm. Namun beliau saat itu langsung dibawa ke ruang ICU, aku pun saat itu telah berpikiran bahwa beliau masih harus mendapatkan perawatan yang intensif. Benar tidak lama berselang, aku diminta untuk mencari darah dan calon pendonor karena beliau dalam keadaan kekurangan darah. Akupun menghubungi kantor PMI dan harus mengambil darah dengan jarak tempuh 30” dari Rs. tersebut, terang saja kepanikan baru membanyangi karena jauhnya tempat itu. Darahnyapun akhirnya tersedia.

Kemudian berselang 4 jam dari operasi sebelumnya, suami kakak iparku dalam keadaan  bingung mengatakan bahwa beliau harus di operasi lagi untuk mengangkat rahim, karena menurut  diagnosa tim medis yang menangani, pendarahan bersumber dari rahim. Aku dan istriku kemudian masuk kedalam ruang ICU untuk melihat keadaanya, beliau masih sadar tetapi dalam keadaan lemas, “ dek, sudah selesai semuanya kan?” nada lemas yang terbatah batah, kami tidak ingin beliau panik “iya yuk, sudah selesai semuanya!”,  “tapi dokter bilang, ayuk harus dioperasi lagi ?”rupanya beliau mendengar percakapan tim medis yang kembali akan mengoperasi, kami dengan perasaan tidak tega kembali ingin menenangkan “ Ayuk Cuma kekurangan darah, ayuk yang kuat ya !” dan itulah percakapan terakhir kami dan dirinya. Akhirnya surat  persetujuan keluarga pun ditanda tangani dan operasi segera dilakukan. 

Suasana kembali panik karena permintaan darah tak kunjung henti. Dikabarkan juga bahwa darah yang dimasukan banyak yang tidak terserap ke pembuluh darah, “ Dokter bilang, darahnya merembes terus” sambil terseduh suaminya menceritakan informasi dari dokter yang menangani.
Suasana panik menyebarluas kekeluarga besar, satu persatu keluarga jauh dekat berdatangan untuk turut memberi support dan doa kepada kami sekeluarga. 

Pada dini hari, beliau harus di operasi lagi karena pendarahan yang tak kunjung berhenti. Operasi dilakukan, pasca operasi ketiga sungguh keadaan semakin genting, beliau dinyatakan koma dan kritis. Sekitar Pkl. 06.00 Wib, alat-alat medis penanda aktivitas jantung sempat mendeteksi tidak ada lagi aktivitas jantungnya. Semua sontak terkejut. tidak lama berselang nadinya kembali berdenyut, dan semua  penuh harap, kejadian itu adalah titik nadir bagi beliau untuk sembuh.

Sekitar Pukul. 09.00 wib, bapak yang saat itu tengah berada di jakarta tiba di Rs, beliau terkejut dengan keadaan yang terjadi, namun suasana tenang ketika beliau mengatakan “dulu mama saat melahirkan sempat juga koma dalam beberapa hari lamanya” , semua berharap keajaiban itu dapat kembali terjadi.

Semua saudara, sahabat, kerabat dan kolega telah memenuhi ICU rs itu, semua turut prihatin dengan keadaan yang terjadi.

Sekitar Pukul 13.00 Wib, saat itu kami sekeluarga berkumpul di salah satu kamar rawat inap, bapak dan istriku sedang melaksanakan sholat dzuhur, aku, mama dan yang lainya sedang menghibur kedua anaknya yang juga sedang dirawat disana. Tiba-tiba, sayup-sayup hingga jelas terdengar teriakan histeris “ Ulen lah ndik bediau agi ! (Ulan sudah g da!)”, kamipun berlarian keruang ICU. Dokter melakukan upaya terakhir, namun bapak dan mama sudah menyatakan keikhlasanya, “nak jika memang sudah tak tertahan lagi, tinggalkanlah dunia ini dengan senyuman !” wajah bapak yang bergurat-gurat bertahan sabar dan ikhlas, “ nak pergilah jadilah bidadari disurga, kami semua akan menyusul !” mama pun dengan lantang mengungkapkan keikhlasanya. Ketegaran mereka membuat suasana tenang dalam sebentar.

Innalillahiwainailahi rojiun, semua akan kembali kepada Allah. Saya dan istri terkejut dan berasa tidak percaya, menangis menghadapi perpisahan selama-lamanya. “ayuk maaf  aku belum bisa memberikan apa-apa membalas jasa baik ayuk selama ini !”, beliau yang selalu mendukung hubungan kami berdua, hingga saat-saat terakhir beliau meninggalkan kami.

Tiga hari setelah kepergianya, aku, istri dan anak pertamanya keluar rumah dan keliling kota untuk sedikit mengurangi kesedihan. Kami berkeliling menggunakan mobil, diatas mobil itu masih tersisa setangkai jambu yang pernah beliau berikan. “om, jambunya manis !” anaknya menikmati jambu itu, “o iya !” Istriku juga ikut mengambil jambu itu, “kalian tau jambu itu dari mana ?, itu jambu dari ayuk loh ma !” aku bermaksud mengenang  saat terakhir itu, merekapun terkejut dan kembali menyeruak suasana sedih yang kami rasakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar