Hari itu adalah hari terakhir
merasakan keceriaan dengan kakak iparku, setelah bergotong royong membersihkan
rumah karena akan menyongsong kelahiran bayi yang dikandungnya, kamipun
beristirahat.
Aku yang saat itu ada acara
menghadiri penutupan porprov Bengkulu, kemudian ingin pamit denganya,
rupa-rupanya beliau saat itu sedang memetik jambu tetangganya. Melihatnya
kemudian aku menghampiri dan beliau memberikan setangkai jambu yang telah
dipetiknya. Aku pun hanya mengambil satu dari beberapa jambu selebihnya kutaruh
di mobil.
Setelah pulang dari acara
tersebut sekitar pukul 18.30, suasana di rumah terlihat panik ketika beliau
dikabarkan pendarahan hebat dan langsung dibawa ke RS Tiara Sella.
Sesampainya disana beliau di rs, langsung
masuk dalam ruang observasi dan dinyatakan harus segera di operasi sesar, waktu
ini lebih cepat dari waktu yang ditentukan sebelumnya. Setelah keluar dari
ruang observasi itulah terakhir aku dan istriku melihat beliau tertawa sembari
mecibir mengajak untuk bergurau, kami semua dalam perasaan was-was tidak
menanggapi tingkah aneh yang beliau lakukan.
Operasi dikabarkan lancar, bayi
lahir dengan selamat dengan berat 4,8 kg dan panjang 51 cm. Namun beliau saat
itu langsung dibawa ke ruang ICU, aku pun saat itu telah berpikiran bahwa
beliau masih harus mendapatkan perawatan yang intensif. Benar tidak lama
berselang, aku diminta untuk mencari darah dan calon pendonor karena beliau
dalam keadaan kekurangan darah. Akupun menghubungi kantor PMI dan harus
mengambil darah dengan jarak tempuh 30” dari Rs. tersebut, terang saja kepanikan
baru membanyangi karena jauhnya tempat itu. Darahnyapun akhirnya tersedia.
Kemudian berselang 4 jam dari
operasi sebelumnya, suami kakak iparku dalam keadaan bingung mengatakan bahwa beliau harus di
operasi lagi untuk mengangkat rahim, karena menurut diagnosa tim medis yang menangani, pendarahan
bersumber dari rahim. Aku dan istriku kemudian masuk kedalam ruang ICU untuk
melihat keadaanya, beliau masih sadar tetapi dalam keadaan lemas, “ dek, sudah
selesai semuanya kan?” nada lemas yang terbatah batah, kami tidak ingin beliau
panik “iya yuk, sudah selesai semuanya!”,
“tapi dokter bilang, ayuk harus dioperasi lagi ?”rupanya beliau
mendengar percakapan tim medis yang kembali akan mengoperasi, kami dengan perasaan
tidak tega kembali ingin menenangkan “ Ayuk Cuma kekurangan darah, ayuk yang
kuat ya !” dan itulah percakapan terakhir kami dan dirinya. Akhirnya surat persetujuan keluarga pun ditanda tangani dan
operasi segera dilakukan.
Suasana kembali panik karena
permintaan darah tak kunjung henti. Dikabarkan juga bahwa darah yang dimasukan banyak
yang tidak terserap ke pembuluh darah, “ Dokter bilang, darahnya merembes
terus” sambil terseduh suaminya menceritakan informasi dari dokter yang
menangani.
Suasana panik menyebarluas
kekeluarga besar, satu persatu keluarga jauh dekat berdatangan untuk turut
memberi support dan doa kepada kami sekeluarga.
Pada dini hari, beliau harus di
operasi lagi karena pendarahan yang tak kunjung berhenti. Operasi dilakukan,
pasca operasi ketiga sungguh keadaan semakin genting, beliau dinyatakan koma
dan kritis. Sekitar Pkl. 06.00 Wib, alat-alat medis penanda aktivitas jantung
sempat mendeteksi tidak ada lagi aktivitas jantungnya. Semua sontak terkejut.
tidak lama berselang nadinya kembali berdenyut, dan semua penuh harap, kejadian itu adalah titik nadir
bagi beliau untuk sembuh.
Sekitar Pukul. 09.00 wib, bapak
yang saat itu tengah berada di jakarta tiba di Rs, beliau terkejut dengan
keadaan yang terjadi, namun suasana tenang ketika beliau mengatakan “dulu mama
saat melahirkan sempat juga koma dalam beberapa hari lamanya” , semua berharap
keajaiban itu dapat kembali terjadi.
Semua saudara, sahabat, kerabat
dan kolega telah memenuhi ICU rs itu, semua turut prihatin dengan keadaan yang
terjadi.
Sekitar Pukul 13.00 Wib, saat itu
kami sekeluarga berkumpul di salah satu kamar rawat inap, bapak dan istriku
sedang melaksanakan sholat dzuhur, aku, mama dan yang lainya sedang menghibur
kedua anaknya yang juga sedang dirawat disana. Tiba-tiba, sayup-sayup hingga
jelas terdengar teriakan histeris “ Ulen lah ndik bediau agi ! (Ulan sudah g
da!)”, kamipun berlarian keruang ICU. Dokter melakukan upaya terakhir, namun
bapak dan mama sudah menyatakan keikhlasanya, “nak jika memang sudah tak
tertahan lagi, tinggalkanlah dunia ini dengan senyuman !” wajah bapak yang
bergurat-gurat bertahan sabar dan ikhlas, “ nak pergilah jadilah bidadari
disurga, kami semua akan menyusul !” mama pun dengan lantang mengungkapkan
keikhlasanya. Ketegaran mereka membuat suasana tenang dalam sebentar.
Innalillahiwainailahi rojiun,
semua akan kembali kepada Allah. Saya dan istri terkejut dan berasa tidak
percaya, menangis menghadapi perpisahan selama-lamanya. “ayuk maaf aku belum bisa memberikan apa-apa membalas
jasa baik ayuk selama ini !”, beliau yang selalu mendukung hubungan kami
berdua, hingga saat-saat terakhir beliau meninggalkan kami.
Tiga hari setelah kepergianya,
aku, istri dan anak pertamanya keluar rumah dan keliling kota untuk sedikit
mengurangi kesedihan. Kami berkeliling menggunakan mobil, diatas mobil itu
masih tersisa setangkai jambu yang pernah beliau berikan. “om, jambunya manis
!” anaknya menikmati jambu itu, “o iya !” Istriku juga ikut mengambil jambu
itu, “kalian tau jambu itu dari mana ?, itu jambu dari ayuk loh ma !” aku
bermaksud mengenang saat terakhir itu,
merekapun terkejut dan kembali menyeruak suasana sedih yang kami rasakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar