Minggu, 25 Desember 2011

Kilas Sejarah (Lagu terlarang di Tahun '65 an)

Genjer-Genjer


Gendjer-gendjer neng ledokan pating keleler
Gendjer-gendjer neng ledokan pating keleler
Emake thole teka-teka mbubuti gendjer
Emake thole teka-teka mbubuti gendjer
Oleh satenong mungkur sedot sing tolah-tolih
Gendjer-gendjer saiki wis digawa mulih.

Gendjer-gendjer esuk-esuk digawa nang pasar
Gendjer-gendjer esuk-esuk digawa nang pasar
didjejer-djejer diunting pada didasar
dudjejer-djejer diunting pada didasar
emake djebeng tuku gendjer wadahi etas
gendjer-gendjer saiki arep diolah.

Gendjer-gendjer mlebu kendil wedange umob
Gendjer-gendjer mlebu kendil wedange umob
setengah mateng dientas digawe iwak
setengah mateng dientas digawe iwak
sega sa piring sambel penjel ndok ngamben
gendjer-gendjer dipangan musuhe sega.

artinya :

Genjer2 tumbuh liar di selokan
Ibu datang mencabut genjer
Dapat sekarung lebih tanpa ragu
Genjer sekarang bisa dibawa pulang

Genjer pagi2 dibawa ke pasar
Dijajar dan dibeberkan di lantai
Si Ibu beli genjer ditaruh di tas
Genjer2 sekarang akan diolah

Genjer2 dimasukkan ke panci air panas
Setengah matang ditiriskan untuk lauk
Nasi sepiring sambal di tempat tidur
Genjer2 dimakan dengan nasi



--- In mediacare@yaho..., "Pandu Ganesa" <gono@...> wrote:
>
> Waktu itu, 1960-an,  lagu karangan Muhammad Arif asal Banyuwangi
(maka nadanya aneh kan, antara Jawa dan Bali, khas Banyuwangen,
termasuk liriknya)  ini diaransemen ulang  menjadi gending (pakai
gamelan)  dengan laras (nada dasar) pelog oleh Ki Nartosabdo,
Semarang (pencipta lagu Swara Suling yang terkenal itu), dan menjadi
suatu gending baru (istilah waktu itu: gaya baru) yang  dinamis dan
enak didengar. Karena jaman segitu ketoprak dan wayang orang masih
bertaburan di banyak kota, dan lagu itu memang pop dan sering
dibawakan di tempat2 tersebut, maka otomatis lagu itu menjadi hits di
mana-mana.
>
> Selain dibawakan di tobong2 wayang dan ketoprak, (sewaktu ada
selingan, atau kalau ada special request dari penonton), maka klub2
kesenian rakyat yang waktu itu berorientasi pada Nasakom, yaitu LKN
(Nas), Lesbumi (A), dan Lekra (Kom), juga ikutan membawakannya di
tempat-tempat umum, mis  kalau ada hajatan partai, dst dst, hingga
lagu itu menjadi sangat populer sekali. Karena ada bau2 petani,
otomatis yang paling getol membawakan adalah kelompok kesenian Lekra,
apalagi mereka ingin dianggap paling progresif  membela rakyat/buruh
tani (hallo PAT, apa kabar?). Mereka kemudian mengolahnya dalam bentuk
tarian bapak/ibu tani, sehingga tambah meledak lagi  kepopulerannya.
>
> Ketika geger 1965 pecah, bukan hanya orang kiri (atau yang dituduh
kiri) saja yang dihabisi secara fisik (tumpas kelor), tapi  
penindasan non fisik juga dilakukan, termasuk terhadap Bung Karno
sendiri (istilah sekarang character assasination). Pokoknya, semua
yang kiri dan Sukarnois harus dihajar.
>
> Materi untuk mendiskreditkan (ini istilah orba ya?) yang bisa
dipakai bisa berbentuk apa saja:  lagu, sebutan, foto, bahkan otobiografi.
>
> Nah lirik Genjer-genjer itu kebetulan cocok untuk "dimainkan",
dijadikan sarana psywar, khususnya bagian  yang berbunyi: "Nang
kedokan pating keleler", atau: di lumpur sesawahan (konotasinya tempat
hina) berkeleleran. Ini diasosiasikan dengan mayat jenderal yang
keleleran di lubang sumur. Nah, cocok kan? Maka, tak pelak, guna
menggarisbawahi bahwa komunis yang punya ulah, maka disebutkan bahwa
gerakan mereka sudah dirancang lama, a.l melalui kode sandi
genjer-genjer. (Pada saat yang sama, semua lubang galian yang ada di
waktu itu, di seantero Jawa, juga diasosiasikan sebagai lubang
persiapan penguburan yang dilakukan pihak komunis). Karena dianggap
propaganda komunis, tak heran, harus dibasmi.
>
> Contoh lain propaganda itu adalah dipopulerkannya  nama Gestapu
(derived from: Gestapo, Jerman), aslinya mah G30S. Maka baru dengar
nama  Gestapu saja belum2 orang sudah pada ketakutan. Sementara itu,
foto2 Bung Karno yang botak dan tampak tua (jelas tidak segagah kalau
pakai peci), juga berhamburan di majalah pop macam Varia,  lengkap
dengan sebutan tukang kawin dst, dalam  serialnya tentang istri2 BK.
Bukan hanya itu, terjemahan otobiografinya (oleh Cindy Adams) juga
ikut dikerjain. Versi asli Inggrisnya (diterbitkan ketika BK sudah
limbung) beda dengan versi Indonesianya, diterjemahkan oleh seorang
Mayor (BK nya sudah terlanjur  habis waktu itu), menyebutkan seolah2
BK bilang Hatta dan Syahrir itu tidak ada perannya sama sekali, semua
yang berjasa adalah BK. Kalau nggak percaya, bandingkan saja sendiri.
>
> Jelas, karena memang populer, kalau toh benar waktu itu katanya ada
Gerwani nyanyi2 telanjang (acara: Tabur Bunga) di Lubang Buaya, dan
lagu yang dinyanyikan adalah Genjer2 (lagi2 itu bahasa sandi), maka ya
masuk akal, karena tanpa harus pakai kata  sandi pun Genjer2 sudah
populer. Tapi ketika kemudian perlahan diungkap bahwa Gerwani nyanyi2
itu rupanya tidak benar ada (buku2 tentang itu pemalsuan Tabur Bunga
itu  kan banyak di Gramedia), maka  lupakan saja bagian forno ini.
Yang jelas, begitu Anda berani membawakan lagu itu di depan umum, dan
tetangga Anda lapor, maka ada 2 kemungkinannya: pasukan milisi (Ansor
dll) siap menebas batang leher Anda atau,  Kodim yang akan menjemput
Anda, and you'll be history. (Rekaman  Bing Slamet dan Lilis Suryani
itu terjadi ketika BK masih berkuasa).
>
> Sebagai bonus, ada juga cerita horor dengan pelaku utamanya  lagu
Genjer2 itu. Syahdan dikisahkan, seorang Kapten dari Semarang menuju
ke Solo, malam2 jipnya mogok. Dia masuk ke kolong jip, dan tiba2
ketika dia tengadah,  di atas pepohonan dia lihat ada sebuah cahaya
api yang kemudian berkembang/pecah menjadi dua, empat, dan deret ukur
lainnya. Sementara itu, barangkali untuk dramatisasi, lamat2 terdengar
suara gending Genjer2 mengiringi beranakpinaknya cahaya  itu yang
melompat-lompat dari dahan ke dahan lainnya. Katanya, itu arwah
penasaran para pki. Bayangkan: tengah malam, mobil mogok, lihat demit,
diiringi lamat2 lagu celaka itu. Ujung cerita, pak Kapten pingsan.
>
> Lagu Genjer2 karena pentatonis (kayak gamelan gitu), sekarang ini
sudah dimainkan kembali oleh sebuah band progrock--progresif rock  (in
tentu saja tidak ada hubungannya dengan progresifnya Lekra) yang
anggotanya anak2 muda, saya tidak tahu apa mereka sudah  merekamannya
atau belum.  Barangkali hanya ada satu alasan kenapa mereka
mengaransemen ulang lagu itu: eksotis!
>
> Ya lagu itu memang eksotis, eksotis yang tragis.
>
> gono
>
>
>   ----- Original Message -----
>   From: rahmad budi
>   To: mediacare@yaho...
>   Sent: Tuesday, September 09, 2008 10:28 PM
>   Subject: Re: [mediacare] Genjer-genjer kenapa dilarang???

Minggu, 18 Desember 2011

Tentang Seseorang

Berawal darimana ini harus diceritakan, entahlah aku juga tidak tau. Cerita ini muncul tiba-tiba dan aku harus melakoninya. Aku hanya bisa katakan kalo ini adalah pilihan perasaanku. Perasaan yang dianugerahkan dan tak seorangpun yang dapat menghalanginya. Kedengaranya memang konyol, mengabaikan semua pertimbangan yang ada dan hanya berbekal rasa.


Risikonyapun besar, adalah pertaruhan harga diri. Tapi entah apa harga diri menurutku saat ini, mungkin hanya sekedar duit rece yang sering sembarang kutempatkan dimana saja. Mempertimbangkan kembali ini semua hanya membuat kondisi hati makin bergejolak. Meredamnya adalah bertahan dengan segala kondisi yang ada. Hingga suatu saat aku harus kembali ke lamanku atau katakan Aku Menyerah.

"Kamu yang meminta" dia katakan ini berulang kali dan hanya sekali jawaban "Ya, aku yang meminta". Memang ini tak perlu banyak licong, cukup jalani saja karena jalan ini tak berujung dan bertujuan, berhentilah  sampai dititik lelah.

Bagaimanapun ini bukan pertarungan bagiku, takkan ada pemenang dan pecundang di medan ini. Aku hanya ingin berbagi rasa ini, menjadi bijak bagimu dan mendukung segala tujuanmu. Biar berada dalam tujuan berbeda, warna ini kan kujadikan khasanah hati dalam perjalanan hidup ini.

Yk, 17 Des '11