Kamis, 06 Desember 2018

Kilas balik lembah Manglayang

Kebersamaan yang indah itu kadang masih sering terlintas dalam benak dan pikiran ini. Dia mengisi relung-relung hati, mengendalikan emosi jiwa yang tanpa sadar menciptakan berjuta rasa. Mengingat itu membuat rona bahagia digurat wajah, bangga, kadang juga haru bahkan sedih.

Kalau seandainya waktu itu bisa kumiliki lagi, ingin kusempurnakan segala hal dalam kebersamaan  kala dulu. Kuingin menjadi teman, sahabat, saudara yang baik dan baik sekali. Tapi biarlah hitam dan putih itu menjadi makna yang tak ternilai harganya, karena darinya kita dapat merasa geram, marah kemudian memaafkan, kita saling mencurigai kemudian menjadi peduli, kita saling mencaci kemudian saling memuji.

Hidup ini memang dinamis. Dia terus bergerak, berputar, bahkan merubah segalanya. Dia yang menjadikan kita bertemu, menjalin kebersamaan dan kemudian berpisah, menjadikan ada dan tiada.

Begitupun dengan semua yang telah kita alami. Masa-masa itu memang telah berakhir tetapi tidak dengan kenangan indahnya. Biarlah dia bersemayam dalam tempat teristimewa dan menjadi kekal dalam hati kita.

Bagiku tidak ada hal yang dapat menghapuskan semua tentang kenangan indah itu kecuali dulu kita tidak pernah bertemu.

***

Tentang perjalanan itu, sekilas aku ingat persis bagaimana semua bermula. Dari sekian banyak utusan praja kontingen Bengkulu hanya satu nama yang telah kukenal, dia adalah Avrinita Wiyanti, seorang teman sekelas ketika SMA, yang lain sama sekali tidak. Namun mungkin perasaan bahagia yang menyeliputi setiap orang yang dinyatakan lulus dalam kompetisi sebelumnya membuat suasana menjadi bersahabat dan seolah babak kehidupan baru harus dilewati bersama-sama. Kemudian satu persatu nama dari 22 orang itu mulai kukenal.

Kala itu jika diingat begitu mengharukan, entah karena sistem yang dibuat sedemikian rupa atau mungkin anugerah perasaan dari yang maha kuasa sehingga seketika juga perkenalan yang hanya sebatas nama itu berubah menjadi sebuah ikatan yang dahsyat sekali. Aku yang tidak pernah terpikirkan akan melewati sebuah kehidupan yang seperti itu sebelumnya. Kehidupan yang saling mengkhawatirkan sepanjang 24 jam, saling peduli tak terbatas waktu, saling mengisi dalam setiap permasalahan dan kesedihan, sepenanggungan, menyikapi segala tekanan dengan bersama bersama.

Aku yang pada awalnya tidak mengenal sama sekali dari kalian tetapi saat itu merasa kalian adalah bagian dari organ tubuh ini. Tidak dapat melakukan banyak hal tanpa satu dengan yang lainya. Apapun yang kita kerjakan pasti dilakukan secara bersama-sama.

Kita boleh saja aneh disaat ini, tetapi masa-masa itu memang nyata pernah kita alami. Banyak hal mungkin dalam pikiran kita seolah semua karena sistem yang ada. Tetapi kawan, aku pernah melihat kalian menangis, melihat kalian marah, melihat kalian merajuk. Apakah itu bukan sebuah rasa yang cuma hati berhak untuk menciptakanya. Artinya apa kawan ! bahwa hati kita telah menjelma didalam kebersamaan itu.

Aku yang masih ingat sekali bagaimana ruang rapat tertutup saat persidangan keluar kontingen, aku yang  tersudut sebagai tersangka utama, kalian yang menjadi geram dan marah sehingga  mengundang tangis kekecewaan. Sebaliknya aku yang pernah marah dengan emosi yang berapi-api ketika ada yang keluar kontingen. Tetapi semua itu kawan ! tidaklah menjadi kenangan buruk didalam hati ini, bahkan semua itu menambah khasanah keindahan tentang kebersamaan kita kala dulu.

Masa-masa itu kini telah pergi. Dia telah bertahta indah didalam hati ini. Yang tersisa hanyalah kerinduan. Kerinduan akan masa-masa kita dulu. Kerinduan akan setiap detik, tempat, momen yang telah kita lewati. Dia merongrong sangkar hati ini dan kadang berhasil keluar melalui lantunan kata yang terkirim, bahkan dia keluar mengikuti tetes air mata. Sampai saat ini kurasakan dahsyat tentang itu semua. Dalam beberapa kesempatan sebagai dahaga dari kerinduan itu keinginan hati menapak tilasi kebersamaan kala dulu dengan mengikuti dan memperhatikan kebersamaan praja dalam even-even yang mereka selenggarakan. Semua atas dasar kerinduan itu.

Saudaraku !!!

kadang diri ini juga menjadi khawatir ketika kebersamaan dulu tidak berhasil menciptakan sebuah kerinduan. Dia masih menjelma dalam dimensi tanya yang berkepanjangan. Sehingga munculah sebuah penyesalan, mungkin juga sebuah dendam diantara kita. Tetapi semoga saja itu hanya sebuah kekhawatiran karena luapan kerinduan yang berlebihan atas kebersamaan kita.

Aku percaya bahwa semua yang telah kita lewati telah membuat gunungan perasaan persaudaraan yang begitu tinggi. Sehingga masalah-masalah yang timbul dikemudian hari itu ibarat pepohonan dikaki gunung yang sungguh mustahil dapat mengalahkan tingginya gunung.

Aku selalu berdo’a semoga kebersamaan ini tidak meninggalkan penyesalan dan dendam, selalu dan selalu menyisakan kerinduan dan kenangan indah, yang tak lekang oleh waktu dan tak pudar oleh zaman, biar kejelitaan menjadi uban dan keperkasaan menjadi renta.

Kontingen Bengkulu Angkatan XVIII, selalu dalam kerinduan !!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar