Sabtu, 10 November 2012

Akhir Cerita di Kota Kembang dan 10 November



Sesuai petunjuk yang diberikan, aku turun dari sebuah bus kota di sebuah halte. Tidak seperti halte pada umumnya yang dimanfaatkan sebagai naik turunya penumpang. Halte ini benar-benar tidak nyaman, yang ada hanya beberapa orang gelandangan beristirahat setelah melewati siang dalam pertarungan hidup yang mereka lakoni. Tidak ada yang salah dengan semua ini, mungkin saja penumpang lebih senang turun disimpang-simpang atau jalanan yang terlarang untuk menurunkan penumpang karna lebih dekat dengan tujuan mereka, dan daripada tempat itu mubadzir para gelandangan telah memanfaatkanya dengan baik. Aku memilih halte sebagai pemberhentian terakhir karena masih harus melanjutkan perjalanan.

Disalah satu sudut halte itu, aku duduk untuk menunggu mobil yang akan menjemputku. Hampir 30 menit jemputan itu belum tiba juga, aku yang sudah bosan menunggu sesekali beradu pandang dengan para gelandangan itu, pandangan mereka sangat sinis sepertinya mereka mengatakan “dasar pria cengeng, baru 30 menit ! “, ya... whatever !, namun setidaknya dari pandangan itu, pandangan yang membinar-binarkan ketegaran hidup, aku mendapatkan energi kembali untuk sabar menunggu. Mungkinkah mereka juga mengatakan “ nikmatilah waktu ketika masih dapat menunggu karena akan tiba saatnya penantian harus dikubur dalam dalam”.  Akupun berkedip tanda setuju...
***
Inilah sebuah kebiasaan buruk yang kumiliki, lagi-lagi tidak teliti dalam membaca pesan. Setelah dibaca kembali pesan masuk terakhir dari seorang sopir yang akan menjemput, bahwa mereka menunggu disalah satu tempat perbelanjaan tidak jauh dari halte tersebut. Aku pun menuju kesana dan merekapun telah tiba 30 menit yang lalu, kami pun saling memaklumi.

Aku yang semula sudah menduga bahwa sopir tidak datang sendirian karena pesan yang dikirim berulang kali mengatakan “Kami”, tetapi aku tidak menduga bahwa si sopir datang dengan seorang wanita yang berkerudung panjang, anggun, elegan dan berwibawa. Perempuan itu adalah Aisyah. Aisyah ikut untuk berbelanja kebutuhan persiapan rapat dan tentu bukan untuk menjemputku.

Mobilpun melaju ke tempat tujuan. Selama diperjalanan aku dan sopir berkomunikasi intens saling memperkenalkan diri, namun tak sepatah katapun yang keluar dari mulut Aisyah. Sesekali aku melihat kebelakang untuk memastikan paras yang dimiliki Aisyah, Asyiah pun berkali-kali menunduk dan memalingkan wajah, hanyalah kerudung panjang dan siluet cahaya dari balik jendela mobil hal yang bisa kupandangi kala itu.

***
Sore itu adalah rapat persiapan pernikahan kak Irji. Kak Irji adalah kakak angkatku, orang yang telah membawaku ke kota ini. Dia sangat berjasa bagiku. 

Aku bangga kepada kak Irji, dia adalah lulusan terbaik di salah satu Universitas terkemuka di Negeri ini dan mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan studi s3. Kurasa layak jika dia mendapatkan Kak Sonya, seorang perempuan dari keluarga tersohor di kota ini. Aku pun sengaja datang kesana karena mewakili kar Irji yang kebetulan berhalangan hadir hari itu.

Dan Aisyah adalah adiknya kak Sonya.
***
Harusnya aku sadar dari awal bahwa Aisyah adalah nama yang tak perlu masuk dalam kisahku. Sebab aku bukanlah kak Irji dengan segala keistimewaanya.

Aisyah adalah seorang hafidzah, sementara aku yang membaca surat-surat pendek dengan terbatah-batah.

Aisyah terlahir dari keluarga besar yang agamis, sementara aku pemuda yang terlahir dari alam liar yang pada saatnya pernah melewati masa pencarian makna Ketuhanan.

Dan Fakta-fakta itu adalah senjata ampuh membuat hati ini menjadi lebih tenang.

*****
Uhm, entah apa yang terjadi dengan hari ini, baru saja aku melihat seorang nenek melintas dijalanan tanpa bantuan seorang pun, sementara di media massa cetak dan elektronik ; proses pengadilan  Tipikor yang berbelit-belit menjadi isi disetiap lamanya.

Aku yang sumpek menjadi bagian dari hari ini kemudian membuka berbagai akun sosial media yang kumiliki untuk sekedar berelaksasi. Sungguh Ironis disetiap sosial media hampir semua orang mengucapkan “ Selamat Hari Pahlawan !!! “ , aku pun tak sadar kalau hari ini adalah tanggal 10 November. Nampaknya semua sepakat untuk bangga kepada pahlawan tetapi seperti apakah refleksi dari kebanggaan tersebut ? ya...mungkin sekedar teriakan “ aku bangga ! “ no more !!!....sembari melewatkan tua yang tergopoh-gopoh menyebrangi jalan, sembari saling berkilah dan tuding menuding di Pengadilan untuk mencari pembenaran.

“ Selamat Hari Pahlawan ! Aku bangga ! “  :(

10 November itulah tanggal yang disakralkan karena sebuah pertempuran hebat di Surabaya kala itu yang mengorbankan banyak jiwa demi mempertahankan dwi warna tetap jaya di angkasa raya.

Tetapi bagiku 10 November mempunyai dimensi lain yang cukup mengharukan meski tak seharu pertempuran itu.

Hari ini ! mengingatkanku kepada sebuah kisah, kisah yang telah tiba saatnya harus dikubur dalam-dalam.  

Hari ini ! mengingatkanku kepada sosok itu, sosok yang telah menskenario segala suatu tentang rencana itu. Ialah Sosok Umi, ibunda Aisyah, orang yang telah membawaku untuk berkelana dalam kisah lara sampai kepada tepianya.

Umi Selamat Ulang Tahun !
Saat saat Indah tak kan terlupakan !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar